Selasa, 23 Oktober 2018

STATUS ZAKAT PERAK



Wawan Shofwan (2011) menjelaskan bahwa perhiasan yang dikenai kewajiban zakat adalah perhiasan yang terbuat dari emas atau perak, baik 100%, jadi bahan pokok setelah dicampur dengan bahan lainnya atau bahan lain yang menjadi pokok dan emas dan perak hanya sekadar untuk menyempurnanya.

Allah SWT berfirman di dalam QS. At-Taubah ayat 34 tentang kewajiban zakat yang artinya:

"Dan orang-orang yang menimbum emas dan perak serta tidak membelanjakannya di jalan Allah, maka kabarkanlah kepada mereka akan azab Yang pedih".

Berikut adalah riwayat al-Hakim yang menerangkan tentang wajib zakat perak:

"Sesungguhnya Aisyah R.a. telah menemui Rasulullah Saw. Dengan mengenakan cincin tak bermata dari perak. Maka, Rasulullah Saw. bersabda: Apakah ini hai Aisyah? Ia menjawab: saya lakukan ini supaya menghiasiku guna membahagiakan Anda wahai Rasulullah' Maka Rasulullah bersabda,'Sudahkah engkau keluarkan zakatnya?' Ia menjawab, 'Tidak!', Kemudian Rasulullah bersabda, 'Cincin itu cukup untuk memasukkanmu ke neraka". HR. Sunan Abu Daud, II: 4 no. 1567, Sunan An-Nasai, bi-ahk'amil albani, IV: 139, Sunan Ad-Dharaqutni, V: 196, no. 1974. Al-Hakim, Al- Mustadrak 'alas shahihain, III: 468 no. 1388)

Nisab Perak dan ukuran zakatnya, ialah hingga berjumlah lima auqiyah. Satu auqiyah sama dengan 40 dirham. Sehingga, kalau lima auqiyah sama dengan 200 dirham. Para ulama sepakat dalam menetapkan nishab perak ini. Diriwayatkan oleh Bukhari dari Said dari Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Tak ada zakat perak yang kurang dari 5 auqiyah"

Akan tetapi, status zakat perak pada saat sekarang kurang populer dikalangan masyarakat.

Menurut, Pak Amin selaku Amil Zakat di BAZNAS Mujahidin, beliau mengaku sementara ini belum ada yang menunaikan zakat perak.

"Mungkin memang tidak ada, lagi pula mungkin kaum muslimin (muzakki) lebih cendrung pegang emas saja." tutur beliau.

Adapula, alasan kurangnya minat masyarakat dalam menunaikan zakat perak adalah:

1. Nilai perak cenderung, sehingga  jarang orang tertarik memihak perak untuk komoditasi investasi.  Berbeda dengan emas yang nilainya relatif diakui sebagai sarana investasi sampai zaman sekarang sebagaimana uang kertas.
2. Emas masih bertahan sebagai standard harga. Sementara perak tidak lagi menjadi standard harga.  Sehingga emas lebih mendekati sifat mata uang di zaman sekarang,  dibandingkan perak.
3. Rasulullah SAW ketika mengutus muadz radhiyallahu 'anhu ke yaman,  beliau berpesan agar mengajarkan kewajiban zakat. Salah satu karakter Zakat yang disebutkan dalam pesan Rasulullah SAW kepada Muadz
"Zakat itu diambil dari orang kaya mereka, untuk dikembalikan kepada orang miskin mereka" (HR.  Bukhari 7372).

Rasulullah SAW menyebut orang yang berkewajiban membayar zakat sebagai orang kaya.  Sementara masyarakat kita sepakat,  orang yang hanya memiliki tabungan 5 juta , belum bisa disebut kaya.

Di antara ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Yusuf Qardhawi (fikih,  1/264) dan yang dipilih Dr.  Muhammad Sulaiman al- asyqar, Guru besar fakultas syariah di universitas Kuwait. Dalam karyanya terkait zakat kontemporer,  beliau menjelaskan; (sebagian ulama di zaman ini lebih cenderung mengembalikan standard zakat barang dagangan dan mata kepada nisab emas. Dan pendapat ini memiliki alasan cukup kuat, yaitu menimbang nilai jual yang konstan. Karena nisab emas - 20 dinar- di zaman nabi SAW. Bisa digunakan untuk membeli 20 ekor kambing di Madinah.

Demikian pula nisab perak- 200 dirham- dulu juga bisa digunakan untuk membeli 20 ekor kambing. Kemudian beliau melanjutkan: adapaun di zaman kita saat ini, 200 dirham perak tidak cukup selain untuk membeli seekor kambing. Sementara 20 dinar emas, masih cukup untuk membeli 20 ekor kambing di Madinah. Nilai yang konstan untuk harga jual emas ini, sesuai tujuan penetapan nisab zakat dalam posisi Yang lebih sempurna. Berbeda dengan nisab perak. (Abhats Fikhiyah Fi Qadhayah zakat Muasyirah: 1/30)

Sumber :

Wawan Shofwan Shalehuddin, 2011. Risalah Zakat, Infak dan Sedekah. Bandung: Tafakkur.

Fakhruddin, 2008. Fiqh dan Manajemen Zakat Indonesia. Malang: UIN Malang Press.

Dakwahtuna.com


Nama Kelompok:



0 komentar:

Posting Komentar