Mengingat
kembali
Rara berjalan sendirian
menyusuri Taman Alun-Alun Kapuas ini. Kemudian, ia duduk di bangku panjang di
bawah pohon yang rindang. Suasana sore seperti inilah waktu yang sangat di
sukai Rara untuk bersantai. Melihat langit yang sudah mulai gelap sambil di
terpa angin yang menyejukkan hati. Sepucuk surat pun tak lepas dari
genggamannya. Sekilas ia memperhatikan surat itu, sambil mengingat kembali
kenangan yang telah ia lalui.
***
“Ma, Rara
pegi dulu ye! Assalamualaikum.” Gadis itu pun segera bergegas pergi setelah
mencium tangan ibunya.
“Iye kak,
hati-hati di jalan tu. Waalaiakumsalam,” jawabnya sambil melihat anaknya yang
sudah berjalan keluar rumah
Rara berkuliah di salah satu perguruan tinggi di
Pontianak. Ia adalah tipe gadis pendiam, dan tak mudah bergaul dengan teman
sekitarnya. Karena itulah, sampai saat ini ia tidak memiliki teman. Hanya
buku-buku dan diarynya saja yang
selalu menemaninya dimanapun dan kapanpun.
Rara
berencana ingin ke Perpustakaan dan meminjam beberapa buku pelajaran sebagai
bahan materi untuk makalahnya. Ia pun segera ke rak-rak buku dan mencari buku
yang ia perlukan. Ketika ia menemukan buku itu ia pun menariknya, tiba-tiba ada
seorang pria berdiri di balik rak buku yang ada di hadapannya. Rara dan pria
itu saling bertatapan sekilas.Pria itu tersenyum, namun Rara mengalihkan
pandangannya. Dan berlalu menuju loket peminjaman buku.
Pria
itu tampak penasaran dengan Rara. Ia pun langsung berlari menemui Rara dengan
membawa beberapa buku di tangannya.
“Hai, assalamualaikum,” ucap pria itu.
“Iya, waalaikumsalam,” jawab Rara sambil menundukkan
pandangannya.
“Kamu Rara kan, Mahasiswa semester 3 A!”
“Iya, ada apa ya?”
“Oh,nggak ada apa-apa kok!”
Rara pun hanya terdiam sambil memberikan buku-buku
yang akan dipinjamnya ke petugas perpus. Setelah bapak itu mencatat buku-buku
yang Rara pinjam, ia pun langsung memberikan buku-bukunya.
“Makasih ya pak!”
“Iya sama-sama,” jawab bapak tersebut.
Pria tadi hanya memperhatikan setiap perilaku Rara
dengan seksama. Entah mengapa, pria itu terlihat tertarik pada kepribadian Rara
yang kalem.
***
Suasana kelas ribut
karena debat antara narasumber dan penanya dalam diskusi materi yang dibawakan
oleh kelompok 2. Penanya kali ini adalah Rara. Rara memang pendiam, namun ia
selalu memanfaatkan waktunya untuk membaca dan menggali informasi mengenai
hal-hal menyangkut pelajaran seperti sekarang. Ia sangat kritis. Maka dari itu,
setiap kelompok yang tampil tidak akan lepas dari pertanyaan maupun sanggahan
dari Rara. Itu juga yang membuat dosen-dosen menyukai aktifnya Rara saat berada
di dalam kelas.
“Maaf ya Ibu potong sedikit presentasinya, ibu
mendapatkan kabar baik bahwa akan diadakan pertukaran pelajar antara mahasiswa
dari kampus ini dengan mahasiswa di Malaysia. Dan yang terpilih adalah teman
sekelas kalian.” Segala perhatian pun tertuju pada Dosen yang berbicara di
depan.
“Bu, emangnye siape yang jadi peserta pertukaran
pelajar tuh?,” tanya salah satu mahasiswa.
“Kita ucapkan selamat kepada Tyo. Dia yang akan
menjadi perwakilan dari kelas kalian.”
Kelas pun bergemuruh, dengan tepuk tangan yang
meriah dari semua mahasiswa belum lagi berbagai pujian yang dituturkan kepada
Tyo oleh teman-temannya. Mata Rara pun diam-diam melihat Tyo dengan perasaan
kagum. Tyo adalah pria yang ia temui saat di perpustakaan tadi. Rara bersikap
seperti tadi, karena ia gugup dan tidak tau harus menjawab apa.
Jauh di dalam lubuk hati Rara yang sesungguhnya, ia
menaruh perhatian lebih kepada Tyo. Entah perasaan apa, ia hanya memendamnya
saja. “Selamat ya Tyo! Aku tahu kamu
memang bisa diandalkam”gumam Rara dalam hati. Sambil tersenyum Rara
memperhatikan Tyo yang tertawa bahagia bersama teman-temannya.
***
Beberapa bulan telah berlalu, waktu untuk Tyo
bertahan di kampus ini tidak lama lagi sebelum ia akan pergi ke Malaysia dan
melanjutkan kuliahnya di sana. Matanya tertuju kepada seorang gadis yang duduk
di taman kampus, sambil terhanyut terbawa buku yang dibacanya. Ada rasa ingin
menemui dan mencoba mengajak bicara dia. Tapi, Tyo sedikit ragu. Ia pun
memberanikan diri untuk mendekatinya.
“Hai Ra, assalamualaikum.”
“Iya, waalaikumsalam,” jawab Rara sedikit canggung.
“Kalau boleh tahu, kamu lagi baca apa?” tanya Tyo,
sambil duduk dengan mengambil jarak agak jauh dari Rara.
“Buku ini!” ucapnya sambil menunjukkan sampul depan
buku yang di bacanya. Disana bertuliskan “Assalamualaikum Beijing” karya Asma
Nadia.
“Oh, ini novel yang bagus.”
Rara hanya tersenyum simpul dengan kepala sedikit
merunduk.
“Ra, boleh aku bertanya satu hal?”
“Iya, apa?”
“Mengapa kamu tidak mencoba bergaul dengan
teman-teman di kelas?”
Rara agak tergamam mendengar pertanyaan yang
dituturkan Tyo. Ia pun lalu menjawab, “ Aku kurang percaya diri berhadapan
ataupun berbicara dengan mereka. Terkadang aku merasa aneh jika berada di dekat
orang lain.”
“Kamu seharusnya tidak boleh seperti itu, kita hidup
harus ada interaksi dengan orang-orang di sekitar kita. Karena kita adalah
makluk sosial, yang saling ketergantungan satu sama lain. Kamu harus bisa
membuka diri, agar kamu tidak lagi sendirian!” ucap Tyo dengan seutas senyum
terukir di bibirnya.
Rara pun mulai berpikir bahwa perkataan Tyo ada
benarnya. Ia seharusnya tidak boleh minder dengan dirinya sendiri. Setiap orang
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dan menjadi kebutuhan
setiap manusia sebagai makhluk sosial untuk menjalin interaksi yang baik
antarsesama.
“Makasih ya Tyo, atas nasehatnya. Insyaallah, aku
akan berusaha lebih membuka diri dan tidak minder lagi untuk berinteraksi
dengan orang lain.”
“Iya sama-sama,”
Di mulai dari percakapan singkat inilah, kedekatan
antara Rara dan Tyo terjalin. Mereka menjadi sering berdiskusi, mengerjakan
tugas serta membahas segala hal bersama. Bukan hanya itu, Rara juga sudah mulai
memiliki teman di kampus. Rara bersyukur memiliki teman dekat atau bisa dibilang
sahabat seperti Tyo. Akan tetapi, mereka sudah harus terpisah karena Tyo akan
berangkat ke Malaysia. Bersama dengan orangtua Tyo dan beberapa teman di kampus
serta dosen, turut serta melepaskan Tyo pergi untuk menimba ilmu di negeri
tetangga.
Setibanya pesawat yang di naiki Tyo akan lepas
landas, ibunya Tyo berbicara kepada Rara.
“Kamu yang namanya Rara ya?”
“Iya bu, saya Rara. Ada apa ya bu?”
“Sebelum pergi Tyo menitipkan surat ini untuk kamu!”
Ibu itu pun menyodorkan sebuah surat untuk Rara. Ia
pun lalu mengambil surat itu. Setelah itu, ia membacanya sambil duduk di sebuah
bangku.
Dari:
Tyo
Untuk
: Rara
Assalamualaikum Ra. Saat kamu membaca surat
ini, mungkin aku sudah tidak di dekatmu lagi. Aku senang dengan perubahanmu
sekarang. Sebenarnya diam-diam aku selalu memperhatikan kamu. Maaf jika kamu
tidak menyukainya! Akan tetapi, ada perasaan yang tak bisa kuungkapkan dengan
kata-kata. Entah perasaan sayangkah atau apa, aku juga tidak tahu! Hanya Allah
yang Maha Mengetahui saja yang tahu apa isi hati yang kubawa hingga saat ini.
Aku tak menyangka kita bisa
bersahabat sampai saat ini. Seperti yang kau tahu, dulu kamu orangnya cuek dan
sangat canggung kalau sudah berbicara dengan orang lain. Pertama kali aku mulai
memberanikan diri untuk mengajakmu bicara, aku juga canggung sehingga kata-kata
yang ingin kuucapkan pun hilang begitu saja. Tapi, sudahlah! Aku sangat
bersyukur kamu bisa memahami sedikit nasehat yang kuucapkan kemarin. Dan aku
berharap, tali silahturahmi antara kita tidak terputus hanya karena jarak yang
memisahkan.
Tetap semangat Ra! Jaga rasa percaya
dirimu itu, dan jangan pernah minder lagi dengan kemampuan yang kamu miliki. Be
yourself, trust with your skill!!
Jangan
lupa untuk selalu berdoa kepada Allah SWT ya! Wassalamualaikum Wr. Wb. ^_^
Tulisan di dalam surat itu begitu singkat, akan
tetapi penuh makna. Terutama untuk Rara. Tak terasa airmatanya menetes karena
haru dan sedih bercampur menjadi satu berkecamuk di dalam hatinya saat ini. Ia
tak menyangka bahwa Tyo juga selalu memperhatikan dan mempunyai perasaan kepada
Rara.
“Terimakasih Tyo untuk semuanya! Semoga Allah SWT
mempertemukan kita lagi suatu saat nanti! Dan aku akan selalu ingat
nasehat-nasehat yang selalu kau berikan.” Rara pun tersenyum sambil menghapus
airmata di pipinya. Entah takdir apa yang akan mempersatukan mereka nanti,
hanya Allah-lah yang tahu segalanya.