Sabtu, 27 Oktober 2018

HUKUM SALAT DI DALAM KA'BAH (LINGKUP HIJR ISMAIL)

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Hai teman-teman seiman. Semoga kita senantiasa dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Amin Ya Rabbal Alamin ..

Pada kesempatan kali ini, kami (Penulis, Mas Ngudi dan Lutfiyah), akan membahas tentang bagaimana hukumnya salat di dalam ka'bah yakni di lingkungan Hijr Ismail. Kira-kira boleh atau tidak ya? Dari pada mengira-ngira, yuk kita simak pembahasan berikut.. Check it out!



Hijr Ismail merupakan bangunan suci yang ada di dalam Ka'bah dan termasuk ke dalam bagian Ka'bah juga. Dimana dahulunya dibangun oleh nabi Ibrahim dan Ismail.

Siapa sih yang tidak ingin salat di dalam Ka'bah? Semua orang pasti menginginkannya bukan. Sebelum kita, Aisyah r.a, istri baginda Rasulullah pun demikian. Sesaat setelah peristiwa Fathul Mekkah, Rasulullah ditanya oleh Aisyah r.a mengenai bentuk Ka'bah, lalu Rasulullah menyampaikan keinginannya:

"Andai bukan karena kaummu baru saja keluar dari masa Jahiliyah, sehingga saya khawatir jiwa mereka menolak, niscaya akan aku gabungkan tembok setengah lingkaran itu jadi satu dengan ka'bah, dan pintunya saya buat di bawah sama dengan tanah." (HR. Bukhari 1584 dan Muslim 3313)

Sebagaimana hadits Rasulullah, dari Aisyah r.a, beliau berkata "Aku sangat ingin memasuki Ka'bah untuk melakukan salat di dalamnya." Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam membawa Siti Aisyah ke dalam Hijr Ismail sambil berkata, "Salatlah kamu di sini, jika kamu ingin salat di dalam Ka'bah, karena ini termasuk sebagian dari Ka'bah". 


Selain itu, Rasulullah juga bersabda, "Wahai Abu Hurairah, di pintuh Hijr Ismail ada malaikat yang selalu mengatakan kepada setiap orang yang masuk dan salat dua rakaat di Hijr Ismail; Kamu telah diampuni dosa-dosamu. Maka, mulailah dengan amalanmu yang baru". 



Adapula dikatakan oleh Ibnu Abbas, yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dengan sanad yang sahih, bahwa ia mengatakan "Orang yang tidak memperoleh kesempatan untuk masuk ke dalam Ka'bah, baginya dianjurkan masuk ke dalam Hijr dan melaksanakan salat di sana, karena sesungguhnya Hijr termasuk ke dalam bagian Ka'bah"




Jabir r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah menunaikan thawaf di sekeliling Ka'bah dan menunaikan salat di Maqam Ibrahim, kemudian berwitir di Hijr Ismail, lalu mendatangi zam-zam dan minum disitu, serta mengguyur kepala dan wajahnya.

Akan tetapi, setiap salat lima waktu tiba, Hijr Ismail akan dikosong. Askar - Polisi Masjidil Haram- akan memasang pita pembatas agar jamaah haji tidak masuk ke wilayah Hijr Ismail. Menurut Atiq bin Ghaits al-Biladi, tak seorang pun dibolehkan salat fardu di dalam Hijr. Hal yang sama berlaku bagi jamaah yang sedang melakukan tawaf. Dimana tidak sah tawafnya, jika seorang jamaah melintasi Hijr Ismail, kecuali melalui belakangnya.

Dari beberapa pendapat di atas. Maka dapat disimpulkan, bahwasanya salat di dalam ka'bah yakni di lingkup Hijr Ismail itu diperbolehkan, malah disunnahkan. Akan tetapi, hanya pelaksanaan salat sunnah saja yang boleh, tidak dengan salat wajib.

Mungkin hanya ini yang dapat kami sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat kekurangan, sebab manusia adalah tempatnya salah, Yang Maha Benar hanya milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh



Sumber :

Heri Ruslan. Salat Sunnah di Hijr Ismail. (Jumat, 19 Oktober 2012). WWW.REPUBLIKA.CO.ID

https://www.syakirawisata.com/ingin-sholat-di-dalam-kabah-masuklah-di-hijir-ismail/



Selasa, 23 Oktober 2018

STATUS ZAKAT PERAK



Wawan Shofwan (2011) menjelaskan bahwa perhiasan yang dikenai kewajiban zakat adalah perhiasan yang terbuat dari emas atau perak, baik 100%, jadi bahan pokok setelah dicampur dengan bahan lainnya atau bahan lain yang menjadi pokok dan emas dan perak hanya sekadar untuk menyempurnanya.

Allah SWT berfirman di dalam QS. At-Taubah ayat 34 tentang kewajiban zakat yang artinya:

"Dan orang-orang yang menimbum emas dan perak serta tidak membelanjakannya di jalan Allah, maka kabarkanlah kepada mereka akan azab Yang pedih".

Berikut adalah riwayat al-Hakim yang menerangkan tentang wajib zakat perak:

"Sesungguhnya Aisyah R.a. telah menemui Rasulullah Saw. Dengan mengenakan cincin tak bermata dari perak. Maka, Rasulullah Saw. bersabda: Apakah ini hai Aisyah? Ia menjawab: saya lakukan ini supaya menghiasiku guna membahagiakan Anda wahai Rasulullah' Maka Rasulullah bersabda,'Sudahkah engkau keluarkan zakatnya?' Ia menjawab, 'Tidak!', Kemudian Rasulullah bersabda, 'Cincin itu cukup untuk memasukkanmu ke neraka". HR. Sunan Abu Daud, II: 4 no. 1567, Sunan An-Nasai, bi-ahk'amil albani, IV: 139, Sunan Ad-Dharaqutni, V: 196, no. 1974. Al-Hakim, Al- Mustadrak 'alas shahihain, III: 468 no. 1388)

Nisab Perak dan ukuran zakatnya, ialah hingga berjumlah lima auqiyah. Satu auqiyah sama dengan 40 dirham. Sehingga, kalau lima auqiyah sama dengan 200 dirham. Para ulama sepakat dalam menetapkan nishab perak ini. Diriwayatkan oleh Bukhari dari Said dari Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Tak ada zakat perak yang kurang dari 5 auqiyah"

Akan tetapi, status zakat perak pada saat sekarang kurang populer dikalangan masyarakat.

Menurut, Pak Amin selaku Amil Zakat di BAZNAS Mujahidin, beliau mengaku sementara ini belum ada yang menunaikan zakat perak.

"Mungkin memang tidak ada, lagi pula mungkin kaum muslimin (muzakki) lebih cendrung pegang emas saja." tutur beliau.

Adapula, alasan kurangnya minat masyarakat dalam menunaikan zakat perak adalah:

1. Nilai perak cenderung, sehingga  jarang orang tertarik memihak perak untuk komoditasi investasi.  Berbeda dengan emas yang nilainya relatif diakui sebagai sarana investasi sampai zaman sekarang sebagaimana uang kertas.
2. Emas masih bertahan sebagai standard harga. Sementara perak tidak lagi menjadi standard harga.  Sehingga emas lebih mendekati sifat mata uang di zaman sekarang,  dibandingkan perak.
3. Rasulullah SAW ketika mengutus muadz radhiyallahu 'anhu ke yaman,  beliau berpesan agar mengajarkan kewajiban zakat. Salah satu karakter Zakat yang disebutkan dalam pesan Rasulullah SAW kepada Muadz
"Zakat itu diambil dari orang kaya mereka, untuk dikembalikan kepada orang miskin mereka" (HR.  Bukhari 7372).

Rasulullah SAW menyebut orang yang berkewajiban membayar zakat sebagai orang kaya.  Sementara masyarakat kita sepakat,  orang yang hanya memiliki tabungan 5 juta , belum bisa disebut kaya.

Di antara ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Yusuf Qardhawi (fikih,  1/264) dan yang dipilih Dr.  Muhammad Sulaiman al- asyqar, Guru besar fakultas syariah di universitas Kuwait. Dalam karyanya terkait zakat kontemporer,  beliau menjelaskan; (sebagian ulama di zaman ini lebih cenderung mengembalikan standard zakat barang dagangan dan mata kepada nisab emas. Dan pendapat ini memiliki alasan cukup kuat, yaitu menimbang nilai jual yang konstan. Karena nisab emas - 20 dinar- di zaman nabi SAW. Bisa digunakan untuk membeli 20 ekor kambing di Madinah.

Demikian pula nisab perak- 200 dirham- dulu juga bisa digunakan untuk membeli 20 ekor kambing. Kemudian beliau melanjutkan: adapaun di zaman kita saat ini, 200 dirham perak tidak cukup selain untuk membeli seekor kambing. Sementara 20 dinar emas, masih cukup untuk membeli 20 ekor kambing di Madinah. Nilai yang konstan untuk harga jual emas ini, sesuai tujuan penetapan nisab zakat dalam posisi Yang lebih sempurna. Berbeda dengan nisab perak. (Abhats Fikhiyah Fi Qadhayah zakat Muasyirah: 1/30)

Sumber :

Wawan Shofwan Shalehuddin, 2011. Risalah Zakat, Infak dan Sedekah. Bandung: Tafakkur.

Fakhruddin, 2008. Fiqh dan Manajemen Zakat Indonesia. Malang: UIN Malang Press.

Dakwahtuna.com


Nama Kelompok:



Senin, 15 Oktober 2018

HUKUM SAHNYA DALAM IHRAM HAJI

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas hukum dalam ihram haji. Ihram adalah niat masuk (mengerjakan) dalam ibadah haji dan umrah dengan menghindari hal-hal yang dilarang dalam berihram. Akan tetapi, dalam pelaksanaan haji, terbagi menjadi beberapa jenis yakni haji Tamattu', haji Qiran dan haji Ifrad.

Haji Tamattu' ialah melakukan umrah lebih dahulu kemudian mengerjakan haji. Dalam pelaksanaan haji Tamattu' akan dikenakan Dam (denda). Lalu, haji Qiran ialah mengerjakan haji dan umrah di dalam satu niat dan satu pekerjaan sekaligus. Cara ini wajib membayar Dam nusuk. pelaksanaan damnya sama dengan haji Tamattu'. Sedangkan, haji Ifrad ialah melakukan haji saja. Bagi yang akan umrah wajib atau sunnat, maka setelah menyelesaikan hajinya dalam melaksanakan Miqat dari Tan'im, Ji'ranah, Hudaibiyah atau daerah tanah halal lainnya. cara ini tidak dikenakan dam. (Sumber: Kemenag RI Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Jakarta)

Lain pelaksanaan haji, maka lain pula ihramnya. Maka dari itu, haruslah ditentukan ingin melaksanakan jenis haji apa sebelum memulai pelaksanaan ibadah haji atau berihram.

Namun, bagaimana jika orang tersebut berniat ihram haji tetapi tidak memahami jenis-jenis haji tersebut? Apakah sah hajinya?

Allah SWT berfirman di dalam QS. Al-Baqarah ayat 196, yang artinya:

...وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ 
"Maka sempurnakan haji dan umrah karena Allah (semata)."

Begitupula hadits yang bersumber dari Umar Ibn Khattab, Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya (sahnya) amal-amal perbuatan adalah hanya bergantung kepada niat-nya, dan sesungguhnya setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatinya. Barangsiapa hijrahnya adalah karena Allah SWT dan Rasul-Nya, maka hijrahnya dicatat Allah SWT dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena untuk mendapatkan dunia atau (menikahi wanita), maka hijrahnya adalah (dicatat) sesuai dengan tujuan hijrahnya."

Hadits di atas telah diagungkan kesahihannya oleh Al-Buhkhari, Muslim dan perawi hadits lainnya. 

Berdasarkan hadits tersebut, maka sahnya suatu amal ibadah tergantung pada niatnya. Amal ibadah tersebut termasuk zakat, haji, salat dan lainnya. 

Begitupula dalam pelaksanaan ibadah haji, haruslah ditentukan jenis haji apa yang akan dilaksanakan. Apabila masih dalam pelaksanaan ibadah haji baru menyadarinya, maka harus mengulang kembali dengan jenis haji yang ingin dilaksanakan. 

Mungkin hanya ini yang dapat menulis sampaikan. Apabila terdapat kesalahan, mohon dimaafkan. Semoga bermanfaat bagi para pembaca. Amin ya Rabbal Alamin. 

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh



Senin, 08 Oktober 2018

PERBINCANGAN TERKAIT MENUNAIKAN ZAKAT MAAL

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas tentang Zakat Maal. Berbicara tentang Zakat, secara bahasa kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu an-namaa (pertumbuhan dan perkembangan), ath-tharatu (kesucian) dan lainnya.

Sedangkan zakat secara istilah, menurut Wahbah Zuhaili, zakat adalah pemberian hak kepemilikan atas sebagian harta tertentu kepada orang tertentu yang telah ditentukan oleh syariat, semata-mata karena Allah.

Zakat maal merupakan zakat harta. Dimana, zakat dapat dikeluarkan apabila harta tersebut sebanyak setara 85gr Emas selama satu tahun. Zakat maal yang wajib dikeluarkan sebanyak 2.5%.

Dalam memenuhi tugas Fiqh Zakat, penulis pun melakukan bincang-bincang dengan muzakki (orang yang menunaikan zakat) terkait Zakat Maal.

Beliau berinisial MT. Beliau merupakan salah satu dosen di IAIN Pontianak. Beliau juga memiliki suatu usaha yakni Minimarket.

Kepada penulis beliau mengaku telah menunaikan zakat maal. Akan tetapi, bukan beliau sendiri yang menunaikan zakat tersebut, melainkan melalui prantara semacam asisten beliau.

Bahkan, saat ditanya tentang proses menunaikan dan berapa banyak jumlah zakat yang dikeluarkan, beliau tidak tahu menahu masalah tersebut. Beliau menyerahkan semuanya terkait pengeluaran keuangan kepada asistennya.

Selain MT selaku muzakki, penulis juga telah berbincang-bincang dengan beberapa narasumber yang sudah cukup dikatakan mapan, namun masih belum melaksanakan zakat maal. Mereka beralasan harta atau penghasilan yang mereka kumpulkan belum sampai nisab.

Bahkan, ada sebagian dari mereka yang tidak menghitung nisabnya. Beliau juga tidak mengetahui mengenai zakat maal dan jumlah nilai yang harus dikeluarkan.

Mungkin, hanya ini pembahasan sementara yang dapat penulis jabarkan. Semoga dapat bermanfaat. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan yang menyinggung pihak bersangkutan.

Sebab yang salah datangnya dari penulis sendiri, dan yang benar hanyalah milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.



MASALAH TERKAIT IHRAM DALAM HAJI

Setelah pembahasan sebelumnya tentang deskripsi pengalaman Pak H. Mahmud dalam pelaksanaan ibadah Haji. Pada kesempatan ini, penulis akan memaparkan sedikit masalah yang ada terkait dengan ihram dalam Haji.

Di dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), ihram adalah meniatkan dan melaksanakan pekerjaan ihram untuk tujuan ibadah Haji dan/atau Umrah.

Ihram adalah Salah satu rukun haji atau umrah. Maknanya ialah meniatkan untuk haji, atau untuk umrah, atau meniatkan untuk kedua-duanya.

Dinamakan ihram adalah karena dia menghalangi para muhrim (orang yang telah memulai ihram) dari mengerjakan beberapa pekerjaan yang diperbolehkan sebelum ihram.

Salah satu dalil tentang wajibnya niat dalam melaksanakn sesuatu ialah:

“Sesungguhnya segala amalan, adalah menurut niat yang mendorong seseorang untuk mengerjakannya. “ (HR. Al-Bukhari Dan Muslim)

Dengan adanya dalil tersebut, maka hendaklah dalam melakukan pekerjaan atau melaksanan ibadah haji atau umrah meniatkannya terlebih dahulu.  Dan, apabila seseorang melakukan ihram secara mutlak, kemudian baru dapat menentukan haji atau umrah, atau haji dan umrah yakni dilakukan secara bersamaan maka niat itu sah, terkecuali jika dia melakukan ihram tersebut sebelum bulan-bulan Haji.

Ada beberapa masalah terkait ihram dalam Haji mesti diketahui. Dimana, saat menunaikan ibadah haji. Seringkali jamaah tersebut tidak memahami jenis haji apakah yang sedang ia lakukan. Haji tamattu atau yang lain?

Maka dari itu, sebelumnya para calon jamaah Haji harus mengetahui jenis haji Yang akan dilaksanakan. Apabila, calon jamaah hanya ingin melaksanakan proses haji saja. Maka, dalam ihram hanya niat ihram haji. Berbeda, apabila ingin melaksanakan Haji Tamattu, yakni melaksanakan umrah terlebih dahulu, baru Haji. Maka, dalam ihram harus melaksanakan niat umrah dahulu. Kemudian, saat masuk bulan Haji barulah melaksanakan ibadah haji dengan niat ihram Haji.