Kamis, 27 Juli 2017

SEBERKAS GORESAN PENA



Mengingat kembali

Rara berjalan sendirian menyusuri Taman Alun-Alun Kapuas ini. Kemudian, ia duduk di bangku panjang di bawah pohon yang rindang. Suasana sore seperti inilah waktu yang sangat di sukai Rara untuk bersantai. Melihat langit yang sudah mulai gelap sambil di terpa angin yang menyejukkan hati. Sepucuk surat pun tak lepas dari genggamannya. Sekilas ia memperhatikan surat itu, sambil mengingat kembali kenangan yang telah ia lalui.
***
   “Ma, Rara pegi dulu ye! Assalamualaikum.” Gadis itu pun segera bergegas pergi setelah mencium tangan ibunya.
  “Iye kak, hati-hati di jalan tu. Waalaiakumsalam,” jawabnya sambil melihat anaknya yang sudah berjalan keluar rumah
Rara berkuliah di salah satu perguruan tinggi di Pontianak. Ia adalah tipe gadis pendiam, dan tak mudah bergaul dengan teman sekitarnya. Karena itulah, sampai saat ini ia tidak memiliki teman. Hanya buku-buku dan diarynya saja yang selalu menemaninya dimanapun dan kapanpun.
            Rara berencana ingin ke Perpustakaan dan meminjam beberapa buku pelajaran sebagai bahan materi untuk makalahnya. Ia pun segera ke rak-rak buku dan mencari buku yang ia perlukan. Ketika ia menemukan buku itu ia pun menariknya, tiba-tiba ada seorang pria berdiri di balik rak buku yang ada di hadapannya. Rara dan pria itu saling bertatapan sekilas.Pria itu tersenyum, namun Rara mengalihkan pandangannya. Dan berlalu menuju loket peminjaman buku.
            Pria itu tampak penasaran dengan Rara. Ia pun langsung berlari menemui Rara dengan membawa beberapa buku di tangannya.
“Hai, assalamualaikum,” ucap pria itu.
“Iya, waalaikumsalam,” jawab Rara sambil menundukkan pandangannya.
“Kamu Rara kan, Mahasiswa semester 3 A!”
“Iya, ada apa ya?”
“Oh,nggak ada apa-apa kok!”
Rara pun hanya terdiam sambil memberikan buku-buku yang akan dipinjamnya ke petugas perpus. Setelah bapak itu mencatat buku-buku yang Rara pinjam, ia pun langsung memberikan buku-bukunya.
“Makasih ya pak!”
“Iya sama-sama,” jawab bapak tersebut.
Pria tadi hanya memperhatikan setiap perilaku Rara dengan seksama. Entah mengapa, pria itu terlihat tertarik pada kepribadian Rara yang kalem.

***

Suasana kelas ribut karena debat antara narasumber dan penanya dalam diskusi materi yang dibawakan oleh kelompok 2. Penanya kali ini adalah Rara. Rara memang pendiam, namun ia selalu memanfaatkan waktunya untuk membaca dan menggali informasi mengenai hal-hal menyangkut pelajaran seperti sekarang. Ia sangat kritis. Maka dari itu, setiap kelompok yang tampil tidak akan lepas dari pertanyaan maupun sanggahan dari Rara. Itu juga yang membuat dosen-dosen menyukai aktifnya Rara saat berada di dalam kelas.
“Maaf ya Ibu potong sedikit presentasinya, ibu mendapatkan kabar baik bahwa akan diadakan pertukaran pelajar antara mahasiswa dari kampus ini dengan mahasiswa di Malaysia. Dan yang terpilih adalah teman sekelas kalian.” Segala perhatian pun tertuju pada Dosen yang berbicara di depan.
“Bu, emangnye siape yang jadi peserta pertukaran pelajar tuh?,” tanya salah satu mahasiswa.
“Kita ucapkan selamat kepada Tyo. Dia yang akan menjadi perwakilan dari kelas kalian.”
Kelas pun bergemuruh, dengan tepuk tangan yang meriah dari semua mahasiswa belum lagi berbagai pujian yang dituturkan kepada Tyo oleh teman-temannya. Mata Rara pun diam-diam melihat Tyo dengan perasaan kagum. Tyo adalah pria yang ia temui saat di perpustakaan tadi. Rara bersikap seperti tadi, karena ia gugup dan tidak tau harus menjawab apa.
Jauh di dalam lubuk hati Rara yang sesungguhnya, ia menaruh perhatian lebih kepada Tyo. Entah perasaan apa, ia hanya memendamnya saja. “Selamat ya Tyo! Aku tahu kamu memang bisa diandalkam”gumam Rara dalam hati. Sambil tersenyum Rara memperhatikan Tyo yang tertawa bahagia bersama teman-temannya.
***

Beberapa bulan telah berlalu, waktu untuk Tyo bertahan di kampus ini tidak lama lagi sebelum ia akan pergi ke Malaysia dan melanjutkan kuliahnya di sana. Matanya tertuju kepada seorang gadis yang duduk di taman kampus, sambil terhanyut terbawa buku yang dibacanya. Ada rasa ingin menemui dan mencoba mengajak bicara dia. Tapi, Tyo sedikit ragu. Ia pun memberanikan diri untuk mendekatinya.
“Hai Ra, assalamualaikum.”
“Iya, waalaikumsalam,” jawab Rara sedikit canggung.
“Kalau boleh tahu, kamu lagi baca apa?” tanya Tyo, sambil duduk dengan mengambil jarak agak jauh dari Rara.
“Buku ini!” ucapnya sambil menunjukkan sampul depan buku yang di bacanya. Disana bertuliskan “Assalamualaikum Beijing” karya Asma Nadia.
“Oh, ini novel yang bagus.”
Rara hanya tersenyum simpul dengan kepala sedikit merunduk.
“Ra, boleh aku bertanya satu hal?”
“Iya, apa?”
“Mengapa kamu tidak mencoba bergaul dengan teman-teman di kelas?”
Rara agak tergamam mendengar pertanyaan yang dituturkan Tyo. Ia pun lalu menjawab, “ Aku kurang percaya diri berhadapan ataupun berbicara dengan mereka. Terkadang aku merasa aneh jika berada di dekat orang lain.”
“Kamu seharusnya tidak boleh seperti itu, kita hidup harus ada interaksi dengan orang-orang di sekitar kita. Karena kita adalah makluk sosial, yang saling ketergantungan satu sama lain. Kamu harus bisa membuka diri, agar kamu tidak lagi sendirian!” ucap Tyo dengan seutas senyum terukir di bibirnya.
Rara pun mulai berpikir bahwa perkataan Tyo ada benarnya. Ia seharusnya tidak boleh minder dengan dirinya sendiri. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dan menjadi kebutuhan setiap manusia sebagai makhluk sosial untuk menjalin interaksi yang baik antarsesama.
“Makasih ya Tyo, atas nasehatnya. Insyaallah, aku akan berusaha lebih membuka diri dan tidak minder lagi untuk berinteraksi dengan orang lain.”
“Iya sama-sama,”
Di mulai dari percakapan singkat inilah, kedekatan antara Rara dan Tyo terjalin. Mereka menjadi sering berdiskusi, mengerjakan tugas serta membahas segala hal bersama. Bukan hanya itu, Rara juga sudah mulai memiliki teman di kampus. Rara bersyukur memiliki teman dekat atau bisa dibilang sahabat seperti Tyo. Akan tetapi, mereka sudah harus terpisah karena Tyo akan berangkat ke Malaysia. Bersama dengan orangtua Tyo dan beberapa teman di kampus serta dosen, turut serta melepaskan Tyo pergi untuk menimba ilmu di negeri tetangga.
Setibanya pesawat yang di naiki Tyo akan lepas landas, ibunya Tyo berbicara kepada Rara.
“Kamu yang namanya Rara ya?”
“Iya bu, saya Rara. Ada apa ya bu?”
“Sebelum pergi Tyo menitipkan surat ini untuk kamu!”
Ibu itu pun menyodorkan sebuah surat untuk Rara. Ia pun lalu mengambil surat itu. Setelah itu, ia membacanya sambil duduk di sebuah bangku.

Dari: Tyo
Untuk : Rara
             Assalamualaikum Ra. Saat kamu membaca surat ini, mungkin aku sudah tidak di dekatmu lagi. Aku senang dengan perubahanmu sekarang. Sebenarnya diam-diam aku selalu memperhatikan kamu. Maaf jika kamu tidak menyukainya! Akan tetapi, ada perasaan yang tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Entah perasaan sayangkah atau apa, aku juga tidak tahu! Hanya Allah yang Maha Mengetahui saja yang tahu apa isi hati yang kubawa hingga saat ini.
            Aku tak menyangka kita bisa bersahabat sampai saat ini. Seperti yang kau tahu, dulu kamu orangnya cuek dan sangat canggung kalau sudah berbicara dengan orang lain. Pertama kali aku mulai memberanikan diri untuk mengajakmu bicara, aku juga canggung sehingga kata-kata yang ingin kuucapkan pun hilang begitu saja. Tapi, sudahlah! Aku sangat bersyukur kamu bisa memahami sedikit nasehat yang kuucapkan kemarin. Dan aku berharap, tali silahturahmi antara kita tidak terputus hanya karena jarak yang memisahkan.
            Tetap semangat Ra! Jaga rasa percaya dirimu itu, dan jangan pernah minder lagi dengan kemampuan yang kamu miliki. Be yourself, trust with your skill!!
Jangan lupa untuk selalu berdoa kepada Allah SWT ya! Wassalamualaikum Wr. Wb. ^_^

Tulisan di dalam surat itu begitu singkat, akan tetapi penuh makna. Terutama untuk Rara. Tak terasa airmatanya menetes karena haru dan sedih bercampur menjadi satu berkecamuk di dalam hatinya saat ini. Ia tak menyangka bahwa Tyo juga selalu memperhatikan dan mempunyai perasaan kepada Rara.
 “Terimakasih Tyo untuk semuanya! Semoga Allah SWT mempertemukan kita lagi suatu saat nanti! Dan aku akan selalu ingat nasehat-nasehat yang selalu kau berikan.” Rara pun tersenyum sambil menghapus airmata di pipinya. Entah takdir apa yang akan mempersatukan mereka nanti, hanya Allah-lah yang tahu segalanya.